Created by:
Isna Abdul Aziz
Kartika
PENDIDIKAN MASA DAULAH BANI UMAYYAH DAN DAULAH BANI
ABBASIYAH
A. Pola Pendidikan Islam Pada Priode Dinasti Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi.
Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja
tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring
dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki
tingkatan dan standar umur. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat
di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya,
seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat
(Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat,
astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan,
seni rupa, maupun seni suara.
Dalam periode
Daulah Bani Umayah terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan
kurikulumnya, yaitu pendidikan khusus dan pendidikan umum. Pendidikan khusus
adalah pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan bagi anak-anak khalifah
dan anak-anak para pembesarnya. Kurikulumnya diarahkan untuk memperoleh
kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya
dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah. Kurikulum ini diatur bukan hanya
oleh guru saja, tetapi oleh orang tua murid pun turut pula menentukan. Karena
padatnya rencana pelajaran bagi murid-murid maka pendidikan agama yang
diberikan tidak seluas pendidikan lainnya. Oleh sebab itu kebanyakan dari
mereka tidak memiliki kemampuan untuk memberikan fatwa kepada rakyatnya.
Rupanya hal ini dianggap tidak begitu penting dan diperlukan. Bagi mereka mudah
saja untuk mengangakat atau memanggil ulama yang memberika fatwanya.
Adapun
rencana pelajaran bagi sekolah ini adalah menulis dan membaca, Al-Qur’an dan
hadis, bahasa arab dan syair-syair yang baik, sejarah bangsa arab dan
peperangannya, adab kesopanan dalam perilaku pergaulan, pelajaran-pelajaran
keterampilan menggunakan senjata, menunggang kuda dan kepemimpinan berperang.
Tempat pendidikan berada dalam lingkungan istana. Guru-gurunya ditunjuk dan
diangkat oleh khalifah dengan mendapat jaminan hidup yang lebih baik.
Pendidikan
lainnya adalah pendidikan yang diberikan atau diperuntukkan bagi rakyat biasa.
Pendidikan ini merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan
sejak zaman Nabi masih hidup, ia merupakan sarana pendidikan yang sangat
penting bagi kehidupan agama. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan kehidupan Islam secara umum yang ada kaitanya
dengan budidaya dan perilaku kehidupan umat Islam sendiri. Dengan demikian maka
tidaklah mengherankan bila usaha kegiatan pendidikan dan pengembangan ilmu
memperoleh kesempatan baik. Para ulama bertanggung jawab terhadap kelancaran
jalannya pendidikan dan merekalah yang memikul tugas mengajar dan memberikan
bimbingan serta pimpinan kepada rakyat. Mereka bekerja atas dasar kesadaran dan
keinsyafan moral serta tangggung jawab agama, bukan atas dasar pengangkatan dan
penunjukan pemerintah. Oleh karena itu, mereka tidak memperoleh jaminan hidup
dari pemerintah. Jaminan biaya hidup mereka tanggulangi sendiri dengan
mengerjakan pekerjaan lain di luar waktu tugas mengajar atau ada juga yang
menerima sumbangan dari murid-murid.
Bila kita
bandingkan tujuan dari kedua pendidikan tersebut akan diperoleh kesimpulan
bahwa yang pertama bertujuan untuk memperoleh kekuasaan dan kekuatan politis,
sedang yang kedua bertujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan hakikat
kebenaran yang ditunjang oleh keyakinan agama. Adanya perbedaan tujuan
pendidikan menunjukkan adanya perbedaan pandangan hidup. Pertama, menghasilkan
pimpinan formal yang didukung oleh jabatan kenegaraan dengan wibawa kekuasaan.
Kedua, mengahasilkan pimpinan informasi yang didukung oleh kharisma dan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, diantara para khalifah Bani Khalifah pun terdapat
pula orang alim, seperti Khalifah Umar Ibnu Abdul Azis.
Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah
berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafa ar Rasyidin yang ditandai dengan
semaraknya kegiatan ilmiah di masjid-masjid dan berkembangnya Khuttab serta
Majelis Sastra. Jadi tempat pendidikan pada periode Dinasti Umayyah
adalah:
1.
Khuttab
Khuttab atau Maktab berasal dari kata dasar kataba yang
berarti menulis atau tempat menulis, jadi Khuttab adalah tempat belajar
menulis. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca,
menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam.
2. Masjid
Pada Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan
tingkat menengah dan tingkat tinggi setelah khuttab. Pelajaran yang
diajarkan meliputi Al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh. Juga diajarkan
kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam
perkembangan ilmu pengetahuan adalah menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas
ilmiah termasuk sya’ir. Sejarah bangsa terdahulu diskusi dan akidah. Pada
periode ini juga didirikan Masjid ke seluruh pelosok daerah Islam. Masjid
Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut
ilmu diseluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Walid ibn Abdul
Malik 707-714 M yang merupakan Universitas terbesar dan juga didirikan Masjid
Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarang.
Pada Dinasti Umayyah ini, masjid sebagai tempat pendidikan
terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada
tingkat menengah guru belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat tinggi
gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan keahliannya.
Umumnya pelajaran yang diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang,
baik di Khuttab atau di Masjid tingkat menengah. Sedangkan pada tingkat
pelajaran yang diberikan oleh guru adalah dalam satu Halaqah yang
dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
3. Majelis Sastra
Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh
khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan
dan ulama terkemuka. Menurut M. Al Athiyyah Al Abrasy “Balai-balai
pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti diindahkan seseorang
yang masuk ketika khalifah hadir, mestilah berpakaian necis bersih dan rapi,
duduk di tempat yang sepantasnya, tidak tertawa terbahak-bahak, tidak meludah,
tidak mengingus dan tidak menjawab kecuali bila ditanya. Ia tidak
boleh bersuara keras dan harus bertutur kata dengan sopan dan memberi
kesempatan pada si Pembicara menjelaskan pembicaraannya serta menghindari
penggunaan kata kasar dan tawa terbahak-bahak. Dalam balai-balai pertemuan
seperti ini disediakan pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan
dan diperdebatkan.
4. Pendidikan Istana
Pendidikan yang
diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para
pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk
memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada
sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya
diatur oleh guru dan orang tua murid.
ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini
adalah:
a. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist,
dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul
Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
b. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang
membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al
Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
c. Ilmu pengetahuan bidang
bahasa,
yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
d. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada
umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu
hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
5. Tokoh-tokoh Pendidikan
pada masa Bani Umayyah
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari
ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir,
hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
1. Ulama-ulama tabi’in
ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair,
Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas
dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi
dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul
Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij.
2. Ulama-ulama
Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis
belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari
mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan guru diberikannya kepada
murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah
sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku
catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istilah kita sekarang.
Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah
(5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist),
Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin
Malik (±2210 hadist).
3. Ulama-ulama
ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya
adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad
bin Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l
(wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H).
sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru
dari Abu Hanafiah.
4. Ahli
bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab,
menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada
syair Arab Jahiliah pun muncul kembali sehingga bidang sastra Arab mengalami
kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah
(w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan
nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal
(w.710).,sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat
pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra Arab, serta pembangunan fisik.
Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti
dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama
umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri,
dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak.
Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 794/709) adalah seorang orator dan penyair
yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku
tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.
B. Pola Pendidikan Islam Pada Priode Dinasti Abbasiyah
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau
sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam
telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan
kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan,
ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke
bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan
besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.
Perkembangan
peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah
di bidang fisik. Hal ini dapat ihat dari bangunan-bangunan yang
berupa:
1.
Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan
pendidikan rendah dan menengah.
2.
Majlis
Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
3.
Darul
Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
4.
Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk
adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai
sekarang ini, dengan nama Madrasah.
5.
Masjid, Biasanya dipakai untuk
pendidikan tinggi dan tahassus.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan
terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan
oleh bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak
zaman Bani Umayah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu
kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu :
a. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang
lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pada masa
pemerintahan bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk islam.
Asimilasinya berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi
saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam. Pengaruh
Persia, sangat kuat dibidang pemerintahan. Selain itu bangsa Persia banyak
berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat
dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh
Yunani masuk dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat.
b. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada khalifah
al-Mansyur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan
adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung
mulai masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300H. Buku-buku yang banyak
diterjemahkan yaitu dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga
berlangsung setelah tahun 300H, terutama setelah adanya pembuatan kertas,
bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
1. Perkembangan Ilmu Keislaman
Pengaruh
dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan,
bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum. Tetapi juga ilmu
pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode
penafsiran, pertama, tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional
dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Kedua, tafsir
bi al-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat
dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang
berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, akan tetapi jelas sekali bahwa
tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh
perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, hal yang sama juga
terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi perkembangan logika
dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu
tersebut.
Imam-imam
mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam
Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya di pengaruhi ole
perkembangan yang terjadi di Kuffah, kota yang berada ditengah-tengah
kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan
yang lebih tinggi, karena itu mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran
rasional dari pada hadis. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf,
menjadi Qodhi Al-Qudhal dizaman Harun Al-Rasyid.
Berbeda
dengan Abu Hanifah, imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan hadis dan tradisi
masyarakat madmah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum ditengahi oleh imam Syafi’i
(767-820 M) dan imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M).
Disamping
empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan bani Abbas banyak
mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan
mazhabnya pula, akan tetapi karena pengikutnya tidak berkembang pemikiran dan
mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Aliran
teologi sudah ada sejak masa bani Umayah, seperti khawarij, murji’ah, dan
mu’tazilah, akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi
rasional mu’tazilah muncul diujung pemerintahan bani Umayah. Namun pemikirannya
yang sudah kompleks dan sempurna baru dirumuskanpada masa pemerintahan bani
Abbas periode pertama. Selain itu dalam bidang sastra, penulisan hadis juga
berkembang pesat pada masa bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh
tersedianya pasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan
penulis hadis bekerja, dan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah
Al-Qur’an.
Dan pada
zaman bani Abbasiyah juga ilmu tasawuf dan ilmu bahasa mengalami kemajuan, ilmu
tasawuf adalah ilmu syari’at. Inti ajarannya adalah tekun beribadah dengan
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan meninggalkan kesenangan perhiasan
dunia dan bersembunyi diri beribadah.dalam ilmu bahasa ini didalamnya mencakup
ilmu nahwu, shorof, ma’any, bayan, badi’, arudl, dan lain-lain. Ilmu bahasa
pada daulah bani Abbasiyah berkembang dengan pesat, karena bahasa arab semakin
berkembang memerlukan ilmu bahsa yang menyeluruh.
2. Perkembangan Ilmu-ilmu Non Keislaman (Kedokteran, Filsafat, Astronomi,
dan lain-lain), Para Ilmuan Muslim dan Kepakarannya
a. Kedokteran
Seiring
dengan ilmu-ilmu lain, ilmu kedokteran juga sempat mencapai masa keemasannya,
daulah Abbasiyah telah melahirkan banyak dokter ternama. Sekolah-sekolah tinggi
kedokteran banyak didirikan diberbagai tempat, begitulah rumah-rumah sakit
besar yang berfungsiselain sebagai perawatan para pasien,juga sebagai ajang
peraktek para dokter dan calon dokter. Diantaranya sekolah tinggi kedokteran
yang terkenal:
Sekolah tinggi kedokteran di Yunde Shafur (Iran)
Sekolah tinggi kedokteran di Harran (Syria)
Sekolah tinggi kedokteran di Bagdad.
Adapun
para dokter yang populer pada masa itu antara lain:
· Abu Zakaria Yuhana bin Miskawaih, seorang ahli formasi di rumah sakit Yunde
Shafur.
· Sabur bin sahal, direktur rumah sakit Yunde Shafur.
· Hunain bin Ishak (194-264 H/ 810-878 M) seoranng ahli penyakit mata
ternama.
· Abu Zakaria Ar-Razy kepala rumah sakit di Bagdad dan seorang dokter ahli
penyakit campak dan cacar, dan dia juga orang pertam yang menyusun buku
mengenai kedokteran anak.
· Ibnu Sina (370-428 H/ 980-1037 M). Ia seorang ilmuan yang multi dimensi,
yakni selain mengasai ilmu kedokteran, juga ilmu-ilmu lai, seperti filsafat dan
sosiologi. Ibnu Sina berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia
diantara karyanya adalah Al- Qur’an fi al rhibb yang merupakan ensiklopedi
kedokteran paling besar dalam sejarah.
b.
Filsafat
Melalui
proses penerjemahan buku-buku filsafat yang berbahasa Yunani para ulama muslim
banyak mendalami dan mengkaji filsafat serta mengadakan perubahan serta
perbaikan sesuai dengan ajaran islam. Sebab itulah lahirlah filsafat Islam yang
akhirnya menjadi bintangnya dunia filsafat diantara para ahli filsafat yang
terkenal pada waktu itu adalah:
·
Abu Ishak Al-Kindi (1994-260 H/809-873
M). ia adalah satu-satunya filosof berkebangsaan asli arab, yakni dari suku
kindah, karya-karyanya tidak kurang dari 236 buah buku.
·
Abu Nasr Al-Faraby (390 H/961 M), Al
Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika,
dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles dan karyanya tak kurang dari 12
buah buku.
·
Al-Ghazali (450-505 H/1058-1101 M),
beliau dijuluki sebagai hujjatul islam, karyanya tidak kurang dari 70 buah.
·
Ibnu Rusyd di barat lebih dikenal
dengan nama Averoes, banyak berpengaruh di barat dalam bidang filsafat,
sehingga disana terdapat aliran yang disebut averroisme.
c.
Ilmu Astronomi
Ilmu
astronomi atau perbintangan berkembang dengan baik, bahkan sampai mencapai
puncaknya, kaum muslimin pada masa bani Abbasiyah mempunyai modal yang terbesar
dalam mengembanngkan ilmu perhitungan. Mereka menggodok dan mempersatukan
aliran-aliran ilmu bintang yang berasal atau dianut oleh Yunani, Persia, India,
Kaldan. Dan ilmu falak arab jahiliyah. Ilmu bintang memegang
peranan penting dalam menentukan garis politik para khalifah dan amir.
Diantara
para ahli ilmu astronomi pada masa ini adalah:
· Al-battani atau Albatagnius, seorang ahli astronomi yang terkenal
dimasanya.
· Al-Fazzari, seorang pencipta atrolobe, yakni alat pengukur tinggi dan jarak
bintang.
· Abul Wafak, seorang menemukan jalan ketiga dari bulan, jalan kesatu dan
kedua telah ditemukan oleh ilmuan yang berkebangsaan Yunani.
· Rahyan Al Bairuny, seorang astronomi.
· Abu Mansyur Al Falaky, seorang ahli ilmu falaq.
Untuk
mendukung perkembangan ilmu ini, para khalifah telah banyak membangun
observatorium diberbagai kota, disamping observatorium milik pribadi ilmuan.
d. Ilmu
Matematika
Bidang
ilmu matematika juga mengalami kemajuan pesat, diantara para tokohnya yaitu:
· Umar Al Farukhan, seorang insinyur dan arsitek kota Bagdad.
· Al-Khawarizmi, seorang pakar matematika muslim yang mengarang buku Al-Gebra
(Al-jabar). Dan dia juga yang menemukan angka nol.
e. Ilmu
Farmasi dan Kimia
Pakar
ilmu farmasi dan kimia pada masa dinasti Abbasiyah sebenarnya sangat banyak,
tetapi yang paling terkenal adalah ibnu Baithar. Ia adalah seorang ilmuan
farmasi yang produktif menulis, karyanya adalah Almughni (memuat tentang
obat-obatan) dan lain-lain.
Faktor yang menyebabkan pesatnya perkembangan sains dan
filsafat di masa dinasti Abassiyah, diantarannya adalah :
a.
Kontak
antara slam dan Persia menjadi jembatan perkembangan sainsdan filsafat karena
secara kultural persia banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan
Yunani.
b.
Etos
ke ilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol terutama pada dua khalifah
terkemuka yaitu Harun Ar-rassyid dan Al-Ma’mun yang begitu mencintai Ilmu.
c.
Peran keluarga Barmak yang sengaja dipanggil
oleh khalifah untuk mendidik keluarga istana dalam hal pengembangan keilmuan.
d.
Aktifitas
penerjemahan literatur-literatur Yunani kedalam bahasa Arab demikian besar dan
ini didukung oleh khalifah yang memberi imbalanyang besar terhadap para
penterjemah.
e.
Relatif
tidak adanya pembukaan daerah dan pemberontakan-pemberontakan menyebabkan
stabilitas negara terjamin sehingga konsentrasi pemerintah untuk memajukan
aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya.
f.
Adanya
peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi
antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain.
g.
Situasi
sosial baghdad yang kosmopolit dimana berbagai macam suku, ras dan etnis serta
masing-masing kulturalyang berinteraksi satu sama lain, mendorong adanya
pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.
3. Tokoh-tokoh/ Para ilmuwan zaman Abbasiyah
a. Bidang Astronomi
• Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun
astrolobe
b. Bidang
Kedokteran
•Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu
al-Qanun fi al-Tiib. Ia
juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
c. Bidang Optika
•Abu Ali al-Hasan
ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat
bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
d. Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan,
ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi
emas atau perak.
e. Bidang Matematika
•Muhammad ibn
Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi.
f. Bidang Sejarah
f. Bidang Sejarah
•Al-Mas’udi,
diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
•Ibn Sa’ad.
•Ibn Sa’ad.
g. Bidang
Filsafat
•Al-Farabi,
banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan
interpretasi terhadap filsafat Aristoteles.
h. Bidang Tafsir
•Ibn Jarir ath
Tabary
i. Bidang Hadis
•Imam Bukhori
j.
Bidang Kalam
•Al-Asy’ari
k. Bidang
Geografi
•Syarif Idrisy
l.
Bidang Tasawuf
•Shabuddin
Sahrawardi