Minggu, 16 Desember 2012


Created by:
Isna Abdul Aziz
Kartika

PENDIDIKAN MASA DAULAH BANI UMAYYAH DAN DAULAH BANI ABBASIYAH

A. Pola Pendidikan Islam Pada Priode Dinasti Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Dalam periode Daulah Bani Umayah terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan kurikulumnya, yaitu pendidikan khusus dan pendidikan umum. Pendidikan khusus adalah pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan bagi anak-anak khalifah dan anak-anak para pembesarnya. Kurikulumnya diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah. Kurikulum ini diatur bukan hanya oleh guru saja, tetapi oleh orang tua murid pun turut pula menentukan. Karena padatnya rencana pelajaran bagi murid-murid maka pendidikan agama yang diberikan tidak seluas pendidikan lainnya. Oleh sebab itu kebanyakan dari mereka tidak memiliki kemampuan untuk memberikan fatwa kepada rakyatnya. Rupanya hal ini dianggap tidak begitu penting dan diperlukan. Bagi mereka mudah saja untuk mengangakat atau memanggil ulama yang memberika fatwanya.
Adapun rencana pelajaran bagi sekolah ini adalah menulis dan membaca, Al-Qur’an dan hadis, bahasa arab dan syair-syair yang baik, sejarah bangsa arab dan peperangannya, adab kesopanan dalam perilaku pergaulan, pelajaran-pelajaran keterampilan menggunakan senjata, menunggang kuda dan kepemimpinan berperang. Tempat pendidikan berada dalam lingkungan istana. Guru-gurunya ditunjuk dan diangkat oleh khalifah dengan mendapat jaminan hidup yang lebih baik.
Pendidikan lainnya adalah pendidikan yang diberikan atau diperuntukkan bagi rakyat biasa. Pendidikan ini merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi masih hidup, ia merupakan sarana pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan agama. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan Islam secara umum yang ada kaitanya dengan budidaya dan perilaku kehidupan umat Islam sendiri. Dengan demikian maka tidaklah mengherankan bila usaha kegiatan pendidikan dan pengembangan ilmu memperoleh kesempatan baik. Para ulama bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya pendidikan dan merekalah yang memikul tugas mengajar dan memberikan bimbingan serta pimpinan kepada rakyat. Mereka bekerja atas dasar kesadaran dan keinsyafan moral serta tangggung jawab agama, bukan atas dasar pengangkatan dan penunjukan pemerintah. Oleh karena itu, mereka tidak memperoleh jaminan hidup dari pemerintah. Jaminan biaya hidup mereka tanggulangi sendiri dengan mengerjakan pekerjaan lain di luar waktu tugas mengajar atau ada juga yang menerima sumbangan dari murid-murid.
Bila kita bandingkan tujuan dari kedua pendidikan tersebut akan diperoleh kesimpulan bahwa yang pertama bertujuan untuk memperoleh kekuasaan dan kekuatan politis, sedang yang kedua bertujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan hakikat kebenaran yang ditunjang oleh keyakinan agama. Adanya perbedaan tujuan pendidikan menunjukkan adanya perbedaan pandangan hidup. Pertama, menghasilkan pimpinan formal yang didukung oleh jabatan kenegaraan dengan wibawa kekuasaan. Kedua, mengahasilkan pimpinan informasi yang didukung oleh kharisma dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, diantara para khalifah Bani Khalifah pun terdapat pula orang alim, seperti Khalifah Umar Ibnu Abdul Azis.
Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafa ar Rasyidin yang ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di masjid-masjid dan berkembangnya Khuttab serta Majelis Sastra.  Jadi tempat pendidikan pada periode Dinasti Umayyah adalah:
1.      Khuttab
Khuttab atau Maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis, jadi Khuttab adalah tempat belajar menulis. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam.
2.   Masjid
Pada Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi setelah khuttab.  Pelajaran yang diajarkan meliputi Al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh.  Juga diajarkan kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah termasuk sya’ir. Sejarah bangsa terdahulu diskusi dan akidah. Pada periode ini juga didirikan Masjid ke seluruh pelosok daerah Islam. Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut ilmu diseluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Walid ibn Abdul Malik 707-714 M yang merupakan Universitas terbesar dan juga didirikan Masjid Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarang.
Pada Dinasti Umayyah ini, masjid sebagai tempat pendidikan terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah guru belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat tinggi gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan keahliannya. Umumnya pelajaran yang diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang, baik di Khuttab atau di Masjid tingkat menengah. Sedangkan pada tingkat pelajaran yang diberikan oleh guru adalah dalam satu Halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
3. Majelis Sastra
Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.  Menurut M. Al Athiyyah Al Abrasy “Balai-balai pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti diindahkan seseorang yang masuk ketika khalifah hadir, mestilah berpakaian necis bersih dan rapi, duduk di tempat yang sepantasnya, tidak tertawa terbahak-bahak, tidak meludah, tidak mengingus dan tidak menjawab kecuali bila ditanya. Ia  tidak boleh bersuara keras dan harus bertutur kata dengan sopan dan memberi kesempatan pada si Pembicara menjelaskan pembicaraannya serta menghindari penggunaan kata kasar dan tawa terbahak-bahak. Dalam balai-balai pertemuan seperti ini disediakan pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan dan diperdebatkan.
4. Pendidikan Istana
 Pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.
 ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
a.       Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
b.      Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
c.       Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
d.      Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
5. Tokoh-tokoh Pendidikan pada masa Bani Umayyah
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
1. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij.
2.  Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan guru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istilah kita sekarang. Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist).
3.  Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
4.  Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab Jahiliah pun muncul kembali sehingga bidang sastra Arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710).,sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra Arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 794/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.

B. Pola Pendidikan Islam Pada Priode Dinasti Abbasiyah
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat ihat dari bangunan-bangunan yang berupa:
1.       Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
2.      Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
3.      Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan
  belajar.
4.      Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
5.      Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.

Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu :
a.       Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk islam. Asimilasinya berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam. Pengaruh Persia, sangat kuat dibidang pemerintahan. Selain itu bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat.
b.      Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada khalifah al-Mansyur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan yaitu dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.

      1. Perkembangan Ilmu Keislaman
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum. Tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran, pertama, tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Kedua, tafsir bi al-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi perkembangan logika dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya di pengaruhi ole perkembangan yang terjadi di Kuffah, kota yang berada ditengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi, karena itu mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional dari pada hadis. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qodhi Al-Qudhal dizaman Harun Al-Rasyid.
Berbeda dengan Abu Hanifah, imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan hadis dan tradisi masyarakat madmah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum ditengahi oleh imam Syafi’i (767-820 M) dan imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M).
Disamping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan bani Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mazhabnya pula, akan tetapi karena pengikutnya tidak berkembang pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Aliran teologi sudah ada sejak masa bani Umayah, seperti khawarij, murji’ah, dan mu’tazilah, akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional mu’tazilah muncul diujung pemerintahan bani Umayah. Namun pemikirannya yang sudah kompleks dan sempurna baru dirumuskanpada masa pemerintahan bani Abbas periode pertama. Selain itu dalam bidang sastra, penulisan hadis juga berkembang pesat pada masa bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya pasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadis bekerja, dan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Dan pada zaman bani Abbasiyah juga ilmu tasawuf dan ilmu bahasa mengalami kemajuan, ilmu tasawuf adalah ilmu syari’at. Inti ajarannya adalah tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan meninggalkan kesenangan perhiasan dunia dan bersembunyi diri beribadah.dalam ilmu bahasa ini didalamnya mencakup ilmu nahwu, shorof, ma’any, bayan, badi’, arudl, dan lain-lain. Ilmu bahasa pada daulah bani Abbasiyah berkembang dengan pesat, karena bahasa arab semakin berkembang memerlukan ilmu bahsa yang menyeluruh.


2. Perkembangan Ilmu-ilmu Non Keislaman (Kedokteran, Filsafat, Astronomi, dan lain-lain), Para Ilmuan Muslim dan Kepakarannya
a. Kedokteran
Seiring dengan ilmu-ilmu lain, ilmu kedokteran juga sempat mencapai masa keemasannya, daulah Abbasiyah telah melahirkan banyak dokter ternama. Sekolah-sekolah tinggi kedokteran banyak didirikan diberbagai tempat, begitulah rumah-rumah sakit besar yang berfungsiselain sebagai perawatan para pasien,juga sebagai ajang peraktek para dokter dan calon dokter. Diantaranya sekolah tinggi kedokteran yang terkenal:
 Sekolah tinggi kedokteran di Yunde Shafur (Iran)
 Sekolah tinggi kedokteran di Harran (Syria)
 Sekolah tinggi kedokteran di Bagdad.
Adapun para dokter yang populer pada masa itu antara lain:
·  Abu Zakaria Yuhana bin Miskawaih, seorang ahli formasi di rumah sakit Yunde Shafur.
·  Sabur bin sahal, direktur rumah sakit Yunde Shafur.
·  Hunain bin Ishak (194-264 H/ 810-878 M) seoranng ahli penyakit mata ternama.
·  Abu Zakaria Ar-Razy kepala rumah sakit di Bagdad dan seorang dokter ahli penyakit campak dan cacar, dan dia juga orang pertam yang menyusun buku mengenai kedokteran anak.
·  Ibnu Sina (370-428 H/ 980-1037 M). Ia seorang ilmuan yang multi dimensi, yakni selain mengasai ilmu kedokteran, juga ilmu-ilmu lai, seperti filsafat dan sosiologi. Ibnu Sina berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia diantara karyanya adalah Al- Qur’an fi al rhibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.


b. Filsafat
Melalui proses penerjemahan buku-buku filsafat yang berbahasa Yunani para ulama muslim banyak mendalami dan mengkaji filsafat serta mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran islam. Sebab itulah lahirlah filsafat Islam yang akhirnya menjadi bintangnya dunia filsafat diantara para ahli filsafat yang terkenal pada waktu itu adalah:
·         Abu Ishak Al-Kindi (1994-260 H/809-873 M). ia adalah satu-satunya filosof berkebangsaan asli arab, yakni dari suku kindah, karya-karyanya tidak kurang dari 236 buah buku.
·         Abu Nasr Al-Faraby (390 H/961 M), Al Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles dan karyanya tak kurang dari 12 buah buku.
·         Al-Ghazali (450-505 H/1058-1101 M), beliau dijuluki sebagai hujjatul islam, karyanya tidak kurang dari 70 buah.
·         Ibnu Rusyd di barat lebih dikenal dengan nama Averoes, banyak berpengaruh di barat dalam bidang filsafat, sehingga disana terdapat aliran yang disebut averroisme.
c. Ilmu Astronomi
Ilmu astronomi atau perbintangan berkembang dengan baik, bahkan sampai mencapai puncaknya, kaum muslimin pada masa bani Abbasiyah mempunyai modal yang terbesar dalam mengembanngkan ilmu perhitungan. Mereka menggodok dan mempersatukan aliran-aliran ilmu bintang yang berasal atau dianut oleh Yunani, Persia, India, Kaldan. Dan ilmu falak arab jahiliyah. Ilmu bintang memegang peranan penting dalam menentukan garis politik para khalifah dan amir.
Diantara para ahli ilmu astronomi pada masa ini adalah:
·  Al-battani atau Albatagnius, seorang ahli astronomi yang terkenal dimasanya.
·  Al-Fazzari, seorang pencipta atrolobe, yakni alat pengukur tinggi dan jarak bintang.
·  Abul Wafak, seorang menemukan jalan ketiga dari bulan, jalan kesatu dan kedua telah ditemukan oleh ilmuan yang berkebangsaan Yunani.
·  Rahyan Al Bairuny, seorang astronomi.
·  Abu Mansyur Al Falaky, seorang ahli ilmu falaq.
Untuk mendukung perkembangan ilmu ini, para khalifah telah banyak membangun observatorium diberbagai kota, disamping observatorium milik pribadi ilmuan.
d. Ilmu Matematika
Bidang ilmu matematika juga mengalami kemajuan pesat, diantara para tokohnya yaitu:
·  Umar Al Farukhan, seorang insinyur dan arsitek kota Bagdad.
·  Al-Khawarizmi, seorang pakar matematika muslim yang mengarang buku Al-Gebra (Al-jabar). Dan dia juga yang menemukan angka nol.
e. Ilmu Farmasi dan Kimia
Pakar ilmu farmasi dan kimia pada masa dinasti Abbasiyah sebenarnya sangat banyak, tetapi yang paling terkenal adalah ibnu Baithar. Ia adalah seorang ilmuan farmasi yang produktif menulis, karyanya adalah Almughni (memuat tentang obat-obatan) dan lain-lain.
Faktor yang menyebabkan pesatnya perkembangan sains dan filsafat di masa dinasti Abassiyah, diantarannya adalah :
a.       Kontak antara slam dan Persia menjadi jembatan perkembangan sainsdan filsafat karena secara kultural persia banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan Yunani.
b.      Etos ke ilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol terutama pada dua khalifah terkemuka yaitu Harun Ar-rassyid dan Al-Ma’mun yang begitu mencintai Ilmu.
c.        Peran keluarga Barmak yang sengaja dipanggil oleh khalifah untuk mendidik keluarga istana dalam hal pengembangan keilmuan.
d.      Aktifitas penerjemahan literatur-literatur Yunani kedalam bahasa Arab demikian besar dan ini didukung oleh khalifah yang memberi imbalanyang besar terhadap para penterjemah.
e.       Relatif tidak adanya pembukaan daerah dan pemberontakan-pemberontakan menyebabkan stabilitas negara terjamin sehingga konsentrasi pemerintah untuk memajukan aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya.
f.       Adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain.
g.      Situasi sosial baghdad yang kosmopolit dimana berbagai macam suku, ras dan etnis serta masing-masing kulturalyang berinteraksi satu sama lain, mendorong adanya pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.
     
3. Tokoh-tokoh/ Para ilmuwan zaman Abbasiyah

a. Bidang Astronomi
• Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe
b. Bidang Kedokteran
•Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
c. Bidang Optika
•Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.

d. Bidang Kimia
Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak.

e. Bidang Matematika
•Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi.
f. Bidang Sejarah
•Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
•Ibn Sa’ad.

g. Bidang Filsafat
•Al-Farabi, banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles.

h. Bidang Tafsir
•Ibn Jarir ath Tabary
i. Bidang Hadis
•Imam Bukhori
j. Bidang Kalam
•Al-Asy’ari

k. Bidang Geografi
•Syarif Idrisy
l. Bidang Tasawuf
•Shabuddin Sahrawardi

     





Created by:
Hendrik Suhengki
Razza Taufik
Tri Putra


PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH DAN KHULAFAUR RASYIDIN

Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad merupakan prototipe yang terus menerus dikembangkan umat Islam untuk kepentingan pendidikan pada zamannya. Nabi Muhammad melakukan pendidikan Islam setelah mendapat perintah dari Allah sebagaimana termaktub dalam surat Al-Mudasir ayat 1-7, menyeru yang berarti mengajak, dan mengajak yang berarti mendidik.
Adapun pola pendidikan Islam periode Rasulullah dapat dibedakan kedalam dua fase, yaitu  fase Mekkah dan  fase Madinah.
a) Fase Mekkah
Pola pendidikan ada secara sembunyi-sembunyi mengingat kondisi sosial-politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik isterinya Khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk dari Allah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali Ibn Abi Thalib dan zaid Ibn Haritsah (seorang pembantu rumah tangganya yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya). Kemudian sahabat karibnya Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajaran tersebut disampaikan secara meluas tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja, seperti Usman ibn Affan, Zubair ibn Awan, Sa’ad ibn Abu waqas, Abdurrahman ibn Auf, Thalhah ibn Ubaidillah, Abu Ubaidillah ibn Jahrah, Arqam ibn Arqam, Fatimah binti Khattab, Said ibn Zaid, dan beberapa orang lainnya, mereka semua tahap awal disebut Assabiquna al awwalun, artinya orang-orang yang mula-mula masuk Islam. Lembaga pendidikan dan pusat pendidikan Islam yang pertama pada era awal ini adalah rumah Arqam ibn Arqam.
Pendidikan secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama tiga tahun, sampai turun wahyu berikutnya, yang memerintahkan dahwah secara terbuka dan terang-terangan. Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang akan masuk Islam. Disamping itu, keberadaan rumah Arqam ibn Arqam sebagai pusat pendidikan Islam sudah diketahui oleh kuffar Quraisy.



b) Fase Madinah
Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan masjid. Setelah selesai pembangunan masjid, maka Nabi Muhammad SAW pindah menempati sebagian ruangannya yang memang disediakan untuknya. Demikian pula dengan kaum Muhajirin yang miskin yang tidak mampu membangun tempat tinggalnya sendiri. Masjid dijadikan pusat kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin, untuk secara bersama-sama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat.
Di masjid itulah, Nabi Muhammad membangkitkan kesadaran manusia terhadap pentingnya pengembangan bidang keilmuan atau pendidikan. Memang perintah Allah kepada Nabi Muhammad adalah untuk membuka pintu gerbang pengetahuan bagi manusia dengan mengajari atau mendidik. Nabi Muhammad sebagai seorang yang diangkat sebagai pengajar atau pendidik (mu’allim). Disamping itu beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan pesan-pesan Allah yang terkandung dalam al-Qur’an. Dapat dikatakan bahwa Nabi Muhammad adalah pengajar atau pendidik muslim pertama.
Pada masa ini pendidikan Islam diartikan pembudayaan ajaran Islam yaitu memasukkan ajaran-ajaran Islam dan menjadikannya sebagai unsur budaya bangsa Arab dan menyatu kedalamnya. Dengan pembudayaan ajaran Islam ke dalam sistem dan lingkungan budaya bangsa arab tersebut, maka terbentuklah sistem budaya Islam dalam lingkungan budaya bangsa Arab.
Dalam proses pembudayaan ajaran Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa Arab berlangsung dengan beberapa cara. Ada kalanya Islam mendatangkan sesuatu ajaran bersifat memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada dengan menambahkan yang baru. Ada kalanya Islam mendatangkan ajaran yang sifatnya bertentangan dengan unsur budaya yang telah ada sebelumnya dan sudah menjadi adat istiadat. Ada kalanya Islam mendatangkan ajarannya bersifat meluruskan kembali nilai-nilai yang sudah ada yang praktiknya sudah menyimpang dari ajaran aslinya.

Sistem pendidikan islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan islam dapat dibedakan menjadi dua periode:
1. Makkah
* Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits.
* Materi yang diajarkan menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.
2. Madinah
* upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan islam.
* Materi pendidikan islam yang diajarkan berkisar pada bidang keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan jasmanai dan pengetahuan kemasyarakatan

Metode yang dikembangkan oleh Nabi adalah:
1. Dalam bidang keimanan: melalui Tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rational dan ilmiah.
2. Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
3. Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi   tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.



2. Pendidikan Islam Di Masa Khulafaur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin atau Khulafa ar-Rasyidun adalah wakil-wakil atau khalifah-khalifah yang benar atau lurus. Mereka adalah pewaris kepemimpinan Rasulullah selepas kewafatan junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Para tokoh ini merupakan orang-orang yang arif bijaksana, jujur dan adil dalam memberikan keputusan dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat.

1.Masa Khalifah Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat,maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abubakar, Umar bin Khattab,Usman bin affan, danAli ibn Abi Thalib. Pada masa Abu Bakar, Pada awal pemerintahannya diguncang oleh pemberontakan dari orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku Nabi, dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Oleh karena itu beliau memusatkan perhatiannya untuk memerangi pemberontakan yang dapat mengacaukan keamanan dan mempengaruhi orang-orang Islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari Islam. Dengan demikian, dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan hafiz al-Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal al-Qur’an. Adapun pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul yang terdekat.

2. Masa Khalifah Umar bin Khattab
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, situasi politik dalam keadaan stabil. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar Jazirah Arab, karena bangsa-bangsa tersebut memiliki adat dan kebudayaan yang berbeda dengan Islam, maka dipikirnya pendidikan Islam di daerah-daerah tersebut. Oleh karena itu Umar memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Untuk keperluan khususnya dalam kaitannya dengan pendidikan. Umar mengangkat dan menunjuk guru-guru setiap daerah yang ditaklukan untuk bertugas mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Pada masa ini juga sudah terdapat pengajaran bahasa Arab. Dengan dikuasainya wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar bahasa Arab sebagai pengantar diwilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pelajaran Islam.
3. Masa Usman bin Affan
Pada masa khalifah Usman kedudukan peradaban Islam tidak jauh berbeda demikian juga pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan dimasa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah dimasa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang dimiliki. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Pada masa ini pendidikan Islam adalah pembudayaan ajaran agama Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa-bangsa disekitar jazirah arab, yang berlangsung bersamaan dan mengikuti berkembangnya wilayah kekuasaan Islam. Proses pengembangan pendidikan Islam pada masa ini sebagian besar memang diwarnai oleh pengajaran atau pembudayaan al-Qur’an dan sunnah ke dalam lingkungan budaya bangsa-bangsa secara luas pula. Para khalafaur Rasyidin dan sahabat adalah pelaku utama dalam proses pendidikan Islam masa ini, yang kemudian digantikan oleh para tabi’in. namun berkembang sebagaimana masa-masa sesudahnya. Begitu pula dalam hal pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa Nabi Muhammad Saw yang menekankan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran Islam disebabkan oleh perhatian umat Islam terhadap perluasan wilayah Islam dan terjadinya pergolakan politik.
4.  Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan
Pada saat itu Ali tidak sempat memikirkan masalah pedidikan sebab keseluruhan perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam. Namun demikian, pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh berbeda dengan masa Nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits Nabi.